Rabu, 07 Januari
2015
Hari ini adalah
hari pertama aktivitas sesungguhnya dimulai, setelah satu minggu siswa baru
beradaptasi dan dibebaskan untuk mempersiapkan diri, termasuk pembagian kelas,
asrama dan kamar juga mempersiapkan atribut sekolah. Waktu tujuh hari sudah
dianggap cukup untuk merapihkan lemari, membeli buku-buku pelajaran, buku tulis
dan saling berkenalan sama siswa lainnya. Aku sendiri sudah akrab dengan ketiga
teman sekamarku, Dion, Reno dan Idris. Selain itu aku juga punya teman baru,
Kevin anak kelas 3 SMP, setelah perkenalanku saat sarapan beberapa hari lalu,
kami cukup sering bertemu saat jam makan, dan tentunya dia ikut gabung di meja
kami.
Aku tidak tau
alasannya mengapa Kevin selalu gabung sama kami saat makan, apakah dia tidak
punya teman atau cuma sekedar ingin berteman, yang jelas aku, Dion, Reno dan
Idris tidak keberatan punya teman kelas 3 SMP. Selain itu, ternyata Kevin
adalah anggota marching band, seorang pemain mellophone, meski aku juga nggak
tau alat seperti apa itu.
Aku dan Dion sudah
memutuskan akan memilih eskul marching band, Reno akan ikut klub sepak bola dan
Idris sudah memantapkan pilihannya untuk ikut eskul teater dan drama. Kami
belum resmi mendaftar, karena pendaftaran dibuka setelah masa orientasi sekolah
usai.
"Akan ada
pentas seni dan pameran setelah penutupan masa orientasi, pasti asyik
banget," Cerita Dion tadi malam, kami bertiga bersemangat mendengarnya.
"Pameran akan
diikuti oleh semua bagian OSIS, jadi semua klub-klub olahraga, seni dan bahasa
akan membagikan formulir pendaftaran saat pameran itu" papar Dion.
"Emang apa saja yang akan ditampilkan?" tanya Reno
"Semuanya, mulai dari band sekolah, teater, drama, semua akan tampil di panggung utama. Marching Band akan melakukan pertunjukan dan atraksi di lapangan, dan klub olahraga, seni, dan bahasa akan mengadakan pameran serta membuka bazar di halaman timur." ucap Dion dengan wajah ceria. Aku membayangkan acara penutupan itu, hemmm pasti sangat menyenangkan.
Hari ini masa
orientasi siswa akan dimulai selama tiga hari. Siswa di sini juga menyebutnya
MOS. Ada yang unik di sekolah ini, orientasi tidak hanya untuk anak baru, tapi
untuk semua siswa dari kelas 1 SMP sampe 3 SMA, artinya siswa kelas 3 SMA sudah
enam kali ikut MOS.
MOS akan dibuka di
halaman utama, yang merupakan lapangan paling luas di kampus ini. Ketua Yayasan
yang akan membuka pembukaan MOS, sekaligus menandakan dimulainya tahun ajaran
baru di Sekolah ini. Dalam orientasi tidak ada senior atau yunior, apalagi
senior ngebully yunior, karena semua siswa dari kelas 1 SMP sampe 3 SMA semua
sederajat, tidak ada atribut pengurus asrama bahkan pengurus OSIS sekalipun,
semuanya dianggap sama.
Orientasi akan
dilakukan di dalam gedung pertemuan, yang mampu memuat 2000 siswa. Dalam
orientasi itu hanya akan diisi dengan pengarahan sebanyak delapan sesi, tiga
sesi per hari, dan akan diisi oleh pimpinan penting di sekolah ini, selain itu
juga ada motivator kelas nasional juga akan mengisi kegiatan ini. Tujuannya
adalah agar semua siswa dapat meluruskan niatnya, bahwa tujuan utama ke kampus
ini adalah untuk sekolah. Begitu kira-kira penjelasan kakak pengurus asrama
ketika pengarahan tadi pagi, walaupun sebenarnya aku, Reno dan Idris sudah tau.
Tentu saja informasi dari Dion, apa sih yang dia tidak tau.
Kalau dipikir-pikir
aku merasa beruntung punya teman yang serba tahu. Kalau Dion ini tidak punya
kakak maka aku akan berasumsi dia ini sama seperti Hermione Granger, anak yang
serba tahu dan kadang juga nyebelin. Buktinya beberapa kali aku dikerjai sama
anak itu, terakhir kali kemarin ketika berkeliling ke gedung kesenian dan
keterampilan. Tapi aku tidak terlalu peduli, yang penting aku sudah mulai bisa
membiasakan dan menyesuaikan diri di sini. Bahkan kemarin setelah melihat-lihat
gedung kesenian dan keterampilan, ternyata di bagian itu juga ada seksi Karate.
Hebat.
Kami juga sempat
mampir di bagian olahraga, gedungnya juga gede, tidak banyak seksi di bagian
olahraga, tetapi banyak klub bola maupun basket. Bahkan Dion sempat bilang ada
pertandingan antar klub-klub tersebut sepanjang tahun, seperti liga gitu. Kami
sempat melihat ruangan-ruangan yang dijadikan markas bagi tiap-tiap klub bola
maupun basket. Selain itu juga ada klub bulu tangkis, tenis, tenis meja,
athletik, fitnes dan masih ada juga yang lain. Hanya saja klub-klub itu tidak
sebanyak klub basket dan sepak bola.
Kalau basket ada
sembilan klub, sepak bola ada empat belas klub maka cabang olahraga lain hanya
memiliki satu klub saja. Setiap siswa diperbolehkan mengikuti cabang-cabang
olahraga tersebut dan klub akan mengadakan ujian untuk memilih yang terbaik
dari setiap anggota, untuk jadi anggota khusus yang pada akhirnya akan menjadi
pengurus klub masing-masing.
Selain itu ada juga
klub-klub bahasa asing, ada banyak klub, mulai bahasa Inggris, Mandarin, Arab
dan Jepang. Semuanya dibina oleh bagian bahasa. Proses seleksinya sama, setiap
siswa dapat mengikuti klub bahasa mana pun, bila sudah saatnya nanti klub-klub tersebut
akan merekrut anggota khusus melalui tes, yang pada akhirnya juga untuk
regenerasi klub-klub itu juga. Aku tambah kagum dengan sistem yang dijalankan
di sekolah ini, hampir semuanya dikoordinir oleh siswa, terutama OSIS. Pantas
saja pengurus OSIS di sekolah ini seperti pejabat tinggi. Hah, Pejabat? Jadi
ingat papa, banyak juga pejabat yang sering mau datang ke rumah, sayangnya papa
selalu menolak, hemmmm, sejenak aku lupa tentang kehidupan di rumah.
Dion memberitahu ku
banyak hal tentang sekolah ini, hanya saja penjelasan nya kemarin membuatku
jadi sedikit kecewa.
“Kita hanya bisa
mengikuti satu atau dua eskul saja” jelas Dion saat kami pulang ke asrama.
“Kenapa begitu?
Bukankah eskul ini dibuat agar siswa bisa mengikuti semuanya?”
“Karena waktu.
Kegiatan eskul dilaksanakan jam 3 sore sampe jam 5 sore, 3 kali seminggu, dan
semua dilakukan bersamaan. Jadi tidak mungkin pada waktu yang sama kita bisa
berada di tempat berbeda, jadi tinggal pilih saja satu atau dua eskul” Jelasnya.
Tapi sekarang aku
tidak terlalu memikirkannya, lagian juga ibarat makanan kalau sudah terlalu
banyak, malah ngggak jelas lagi rasanya.
“Mau ikut ke
kantin? Ngelamun aja.” tiba-tiba Dion sudah muncul di pintu kamar. Huh, baru
aja mengingat dia, sudah nongol aja.
“Bukannya kita ada
MOS di gedung pertemuan?” tanyaku
“Masih ada waktu 30
menit, kita bisa beli camilan di kantin, aku males ke dapur.” wajah Dion
sedikit lesu.
“Kenapa? kamu nggak
sedang bermasalah kan sama pengurus dapur” selidikku. Dion hanya tersenyum
masam, dan terdiam.
“Hari ini aku tidak
suka menunya, aku tidak suka makan sayuran” uajar Dion dengan suara setengah
berbisik. Ada saja anak ini, ternyata dia tidak suka sayuran.
"Kalau ke
kantin nanti kita telat, udah ke dapur aja, minta rendang sana sama Reno buat
ganti lauk mu!"
"Udah gak
usah, ke kantin aja. Rick, please dong, temenin aku..." Dion mulai
memelas, hahaha, lucu juga lihat Dion begitu, jarang-jarang aku melihatnya
bertingkah seperti anak kecil. Kalau diingat-ingat dari awal ketemu Dion
seperti orang dewasa, serba tau, ngomongnya cepat, tapi kalau lihat dia begini,
nggak ada bedanya sama aku, yes we are twelve.
Jam 8.00 kami sudah
berkumpul di gedung pertemuan, seluruh siswa SMP dan SMA semuanya dalam satu
gedung. Sedikit aneh dan rada asing saja, ribuan siswa ini berasal dari
berbagai daerah, berbagai suku dan agama. Sejenak ku perhatikan wajah
siswa-siswa yang duduk di sekitarku. Siswa SMP duduk di barisan paling kanan,
dilanjutkan siswa kelas 2 dan 3, dan dikuti barisan siswa SMA. Perbedaan
mencolok terlihat jelas, dari kanan siswa yang culun-culun, lugu dan malu-malu
bahkan ada juga yang malu-maluin, semakin ke kiri semakin rapi, berwibawa dan
modis.
Kelihatannya ada
proses waktu yang sangat mempengaruhi penampilan siswa-siswa ini, siswa baru
tentu saja baru pertama berpisah dari orang tua, jadi wajar saja berpakaian
tidak rapi dan culun, semakin lama semakin mandiri dan semakin dewasa dan
mungkin juga mengikuti tren yang ada di kampus ini, hahaha kayaknya di sini ada
juga tren fashion deh, meskipun ada juga yang rada norak, ternyata anak alay
bisa juga nyasar kesini.
Aku dan Dion
mengambil tempat duduk untuk anak kelas 1 SMP di deret agak belakang karena
kami hampir terlambat. Reno dan Idris sudah datang duluan, jadi mereka
dapat duduk di depan. Di barisan anak kelas 3 SMP ada Kevin yang sedang asyik
ngobrol sama temannya cowok berkacamata dengan kawat gigi, kelihatannya dia
juga hampir terlambat, dia duduk di deret paling belakang. Aku tidak kenal
siapa teman ngobrolnya, tapi kelihatannya mereka akrab.
Kegiatan MOS ini
sebenarnya memiliki arti dan makna yang mendalam tentang pengenalan kampus yang
lebih luas, tapi buat kami yang masih belasan tahun, rasanya sangat
membosankan. Siswa-siswa senior tentunya tidak terlalu antusias dengan kegiatan
MOS ini, karena mereka sudah mengikutinya berkali-kali, bahkan salah seorang
siswa kelas 1 SMA yang duduknya juga di belakang kelihatannya meniru kata-kata
yang disampaikan Kepala Sekolah, lama aku perhatikan gerakan bibirnya, persis
seperti kata-kata yang diucapkan Kepala Sekolah di podium. Hemmm kelihatannya
anak itu sudah hafal isi pidato kepala sekolah, sementara teman-temannya
tertawa cekikikan nonton gaya anak itu.
Tidak jauh dari
tempat dudukku aku melihat siswa berbadan tegap, rambut cepak, wajahnya juga
galak. Mungkin itu bagian kemanan. Ternyata tidak cuma satu orang, ada beberapa
orang lagi di setiap sudut dan lorong antar barisan, mereka berdiri, sekali-kali
berkeliling membangunkan siswa yang tertidur dan menegur siswa yang tidak
memperhatikan dan ngobrol.
Kuputar pandangan
ke ke seluruh barisan siswa senior, kelihatannya mereka juga tidak terlalu
menyimak, mungkin karena sudah biasa mendengar isi pidato Kepala Sekolah, jadi
tidak ada hal baru yang menarik bagi mereka, berbeda dengan kami siswa-siswa
baru yang, hanya sedikit yang tidak fokus dan ada juga yang tertidur, tentunya
dengan alasan berbeda dari siswa senior, tebakanku bukan karena sudah tau isi
pidatonya, mungkin siswa-siswa baru ini bosan atau tidak paham isinya, aku
sendiri masuk pada yang pertama. Tapi ada juga yang antusias mendengar pidato
itu sehingga dia tidak sadar jika ada siswa yang menempelkan kertas bertuliskan
kata-kata konyol di belakang bajunya, dan tentu saja salah satu siswa yang
tidak kalah antusiasnya adalah cowok bermata hitam gelap di samping ku ini,
siapa lagi kalau bukan Dion.
Dion begitu serius
menyimak isi pidato kepala sekolah, beberapa kali ku ajak ngobrol dia tidak
menggubris. Aku semakin yakin kalau dia akan jadi ketua OSIS pada
angkatan kami nanti.
“Perhatikan ke
depan! Jangan celingak celinguk gak jelas!” tiba-tiba kepalaku dipukuli pake
koran oleh kakak kelas 3 SMA. Aku menoleh, ternyata kakak berambut cepak tadi,
cepat sekali dia sudah sampai di barisan kami.
Aku menunduk malu,
kuperhatikan kaki kakak kelas 3 yang memukuli kepalaku, meskipun tidak terlalu
sakit, tapi malunya. Ampunnn. Kelihatannya kakak kelas 3 tadi sudah kembali
berkeliling ke sudut lain, untung hanya teguran sekilas saja. Ku angkat sedikit
kepalaku melirik ke kiri dan ke kanan, huft! sebagian pandangan siswa baru
masih memandangku sambil mengejek. Tambah malu. Dengan pelan aku menoleh ke
kiri... ternyata beberapa siswa senior juga memperhatikanku, bikin tambah malu
aja nih.
Kevin malah tertawa
ketika melihatku, aduh benar-benar memalukan! Tapi, di barisan siswa kelas 2
SMP, ada anak yang tersenyum, dan senyumanya kelihatanya bukan ejekan. Aku
membalas senyumnya dan kembali melihat ke depan, pura-pura memperhatikan pidato
pak kepsek.
"Kamu lihat
apa sih? untung nama kamu nggak dicatat, kalau sampe dicatat kamu bisa kena
hukuman berat loh.” Dion berbisik di telingaku.
"Iya, sorry,
habisnya aku bosan dengar pidato pak kepsek itu." jawabku ketus.
“Gak perlu sorry ke
aku, itu tadi kakak keamanan OSIS, bagian paling angker, katanya kamu mau cari
aman.” Tambah Dion, mukanya juga tampak sedikit cemas.
Kami kembali
memandang ke depan, memaksakan diri untuk mendengar pidato gak penting ini,
walaupun aku tidak terlalu menghayatinya, pikiranku sedang memikirkan siswa
kelas 2 SMP tadi yang tersenyum padaku. Kenapa senyumnya terasa sangat ramah?
Apa maksudnya? Kenapa aku justru memikirkan hal tidak penting ini, atau bukan
itu yang membuatku kepikiran.. ya, harus aku akui siswa kelas 2 SMP tadi
lumayan tampan dan senyumnya bikin nyaman.
Sengaja ku melirik
lagi ke barisan anak tadi, Shit!
Mata kami saling
bertemu, aku langsung memalingkan wajahku. Jadi tambah malu aja, dia tau aku
memandangnya. Damn!
"Kamu lihat
siapa sih?" Dion berbisik pelan.
"Bukan
siapa-siapa." jawabku sekenanya. Dion kembali menyimak pidato kepala
sekolah, ku buka buku agenda, huft, ternyata di jadwalnya pengarahan dari
kepala sekolah ini sampe jam 10.00, bisa panas banget pantatku duduk lama
begini.
Teeeeet teeet teeeet
Semua siswa
berhamburan dari gedung pertemuan untuk istirahat. Idris dan Reno menghampiri
kami berdua, lalu kami menuju ruang makan untuk menikmati snack. Tidak banyak
waktu istirahat, hanya 25 menit saja, lumayan juga untuk meringankan kepala,
suntuk lama-lama di dalam gedung pertemuan.
"Habis ini
siapa lagi yang pidato ya?" celetuk Idris,
Aku dan Reno
memandang ke arah Dion yang sedang meminum es teh nya, menunggu dia memberikan
informasi, dia kan "mbah googlenya" sekolahan. Dia hanya diam dan
tidak bicara, tumben anak ini diam saja.
"Ada apa?
kenapa kalian melihatku begitu?" gumam Dion.
"Habis ini
siapa lagi yang pidato?" Idris mengulang pertanyaanya.
"Oh, kalau di
jadwal sih pak Armen, guru senior kayaknya, aku juga baru baca namanya, belum
tau orangnya." jawab Dion datar.
"Kamu kok
senyum-senyum gitu?" tanyaku penasaran, wajah Dion agak aneh soalnya.
"Hemmm, aku
sedang merancang pola belajarku untuk semester ini, biar dapat beasiswa,
lumayan kan buat tambah uang jajan," jawab Dion.
"Biasiswa
apa?" tanya kami bertiga, hahaha kok bisa bareng ya nanya nya.
"Loh, kalian
nggak dengar penjelasan kepala sekolah tadi?" Dion tampak kaget, kami
bertiga hanya menggeleng.
"Ren, kamu kan
duduk di depan tadi sama Idris, masa gak memperhatikan sih?" Dion mulai
jutek.
"Aku tadi
sedang membahas klub sepak bola sama Idris, aku nggak ngerti tadi isi
pidatonya" jawab Reno rada malu.
"Kayaknya cuma
kamu aja deh yang memperhatikan, aku, Reno, Idris dan ribuan siswa lainnya pada
tidur" potongku dikuti tawa teman-temanku. Tampang Dion tambah jutek,
hahaha. Lagian si Dion, belum mulai belajar saja sudah bikin rencana belajar
segala, benar-benar mirip Hermione Granger nih anak.
"Sudah bel
lagi tuh, ayo masuk" ucapkan Kevin sambil menghampiri kami, muncul dari
mana anak ini, perasaan tadi aku nggak lihat dia.
Kami berempat
beranjak dari ruang makan menuju gedung pertemuan, Reno dan Idris sepakat mau
duduk di barisan belakang juga, sebenarnya Dion mau duduk di depan, tapi karena
kami bertiga nggak mau ke depan, akhirnya Dion mengalah dan ikut duduk di
belakang juga.
Gedung pertemuan
sudah penuh dengan para siswa, ternyata banyak juga yang memilih barisan
belakang, kami segera mengambil posisi deretan ke lima dari belakang,
lumayanlah, Reno dan Idris duduk duluan diikuti Dion dan aku dapat posisi
paling kiri, di sebelah barisan anak kelas 2 SMP yang hanya berjarak 2 meter.
Suasana gedung
masih rame, para siswa masih bersliweran mengambil posisi, sementara suara
musik pop masih menggema di dalam gedung. Kok musiknya teeneger banget, Aku
berdiri untuk melihat lebih jelas pengiring musik itu. Ternyata dari organ
tunggal yang dimainkan oleh siswa, aku nggak tau pasti kelas berapa, tapi
tebakanku antara kelas 1 atau 2 SMA, yang jelas anak SMA karena dia pake
seragam SMA.
"Kamu lihat
apa sampe berdiri gitu?' tanya Idris, tumben Idris ini mau ngobrol, biasanya
cuek.
Dion ikut berdiri
juga, " Itu anak band sekolah kita, kalau mau ambil eskul musik nanti bisa
kayak mereka" tanpa menunggu aku bertanya Dion sudah menjelaskan duluan.
Hemm, kayaknya asyik juga ngeband, gimana kalau aku ambil eskul musik aja?
Lumayan bisa tampil dalam event sekolah begini..
"Tidak semua
yang ikut eskul jadi anggota band, hanya yang dipilih saja, yang bagus mainnya,
paling enam orang yang dipilih dari ratusan siswa yang ikut eskul. Sudah nggak
usah galau gitu, ambil marching band aja, setidaknya sekali tampil melibatkan
ratusan personel, jadi kesempatan ikut perform lebih besar, meski cuma tukang
bawa bendera," ucap Dion.
Dasar anak
nyebelin, pasti nyindir aku tuh, cuma bawa bendera, mentang-mentang aku nggak
bisa alat lainya, huft. Lihat saja nanti, kalau sudah ikut eskul marching band,
aku akan buktikan aku bisa belajar sungguh-sungguh.
Musik akhirnya
berhenti, para guru dan kepala sekolah juga sudah duduk di kursi depan. Aku dan
Dion juga ikut duduk. Suasana gedung pertemuan mendadak sunyi, karena semua
siswa diam. Seperti biasa aku memandang ke sekelilingku, memperhatikan
muka-muka siswa, biar familiar aja. Baru aju menoleh ke kiri, tepat di sampingku,
di barisan siswa kelas 2 SMP, yang hanya berjarak 2 meter dari tempat duduk ku,
di deret yang sama, anak tadi yang tersenyum padaku, dia duduk di sana. Oh my
god..
Kok aku jadi kikuk
begini, bisa-bisanya aku duduk sederet sama dia, aku nggak boleh salah tingkah
kayak gini. Ku beranikan memandang ke arahnya, sedetik, dua detik dan beberapa
detik ku perhatikan wajahnya, dia sedang memandang ke depan, memeperhatikan
guru senior yang aku lupa siapa namanya tadi. Anak ini kulitnya putih,
rambutnya dipotong rapi berwarna hitam gelap, hemmm aku tidak pandai
menggambarkan wajah seseorang, yang jelas menurutku dia begitu cute, ya karena
jarak kami begitu dekat, jadi aku bisa memandagnya dengan leluasa.
Aku menjadi aneh
dengan diriku sendiri, seharusnya cowok umur 12 tahun menilai kecantikan
seorang perempuan, tapi aku malah memandang seorang laki-laki, yang umurnya 14
tahunan, tentang ketampanan wajahnya, senyumannya yang menarik, benar-benar
aneh. Tapi wajar saja menurutku, di sini kan nggak ada cewek, jadi apa salahnya
kalau aku mengagumi seorang cowok, aku kan masih 12 tahun, dua bulan lagi aku
baru akan berulang tahun yang ke 13, jadi ini bukan hal yang aneh.
Tiba-tiba, dia
memalingkan pandangannya ke arahku. Dug dug dug..... jantungku berdebar
kencang, kali ini aku tak dapat memalingkan wajahku darinya, aku jadi malu, dia
menatapku sejenak, dan dia tersenyum........... oh god, senyum yang sama sperti
tadi pagi.
Aku membalas senyum
anak yang aku tidak tau namanya itu, Dia melambaikan tangannya, dan berkata
" Hai". Aku hanya tersenyum, aku tak membalas sapaannya, ku palingkan
wajahku ke depan, berusaha bersikap biasa, melupakan hal yang baru saja aku alami,
pura-pura memperhatikan guru senior yang sedang menjelaskan tentang disiplin,
dan aku ingat nama guru itu, Pak Armen, ya itu tadi yang disebut oleh Dion,
ternyata itu orangnya, mungkin nanti aku bisa tanya Dion, siapa nama anak yang
ada di samping ku ini, karena sepertinya aku jatuh cinta.
BERSAMBUNG .....
Terimakasih sudah membaca
ReplyDelete